Suatu hari datanglah seorang pria ke hadapan seorang Bijak.
"Guru, saya mempunyai banyak dosa. Saya telah memfitnah,
membohongi, dan menggosipkan orang lain dengan hal buruk.
Kini saya menyesal dan ingin memohon maaf lahir dan batin.
Bagaimana caranya agar Tuhan mengampuni semua kesalahan saya?"
Sang Bijak berkata, "Ambilah bantal di tempat tidurku. Bawalah
ke alun-alun kota. Di sana, bukalah bantal itu sampai bulu-bulu
ayam dan kapas didalamnya keluar tertiup angin. Itulah bentuk
hukuman atas kata-kata jahat yang telah keluar dari mulutmu."
Meski kebingungan, toh akhirnya ia menjalani "hukuman" yang
diperintahkan kepadanya. Di alun-alun ia membuka bantal dan
dalam sekejap bulu ayam dan kapas beterbangan tertiup angin.
Setelah selesai, ia kembali menghadap sang Bijak, "Saya telah
melakukan apa yang Guru perintahkan. Apakah kini saya sudah
diampuni?"
Jawab sang Bijak, "Kamu belum dapat pengampunan. Kamu baru
menjalankan separuh tugasmu. Kini, kembalilah ke alun-alun
dan pungutlah kembali bulu-bulu ayam yang tadi beterbangan
tertiup angin."
Renungan :
Tidak peduli berapa kali kita memohon maaf, kata-kata yang
pernah keluar dari mulut kita akan menggema selamanya. Memang,
sebuah permintaan maaf di hari yang fitri ini bisa mengobati
banyak hal. Namun, agaknya kita juga harus mengingat, bahwa
semua itu tak akan ada artinya, saat kita mengulangi kesalahan
itu kembali.
Selasa, 10 November 2009
ARTI SEBUAH MAAF
Langganan:
Posting Komentar (RSS)
Komentar :
Posting Komentar