Pekan lalu berita panas dari kota ini sempat menembus permukaan menerjang hangatnya ulasan Pemilu 2009 dan kasus Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar. Berita yang membuat sebagian besar orang mengerutkan keningnya. Bagaimana tidak, dua puluh remaja ditemukan terkapar di sebuah desa di Kota Banjar setelah menenggak Vodka. Beberapa saat setelah dilarikan ke rumah sakit, lima diantaranya tewas.
Hal ini mengejutkan Walikota Banjar, Herman Sutrisno, yang baru saja menduduki kursinya tahun 2008 lalu. Mengusung visi yang intinya kurang lebih “Menjadikan iman dan takwa sebagai dasar dalam beretika...”. Hasil yang terjadi di lapangan selama ini sangat jauh dari kenyataan. Indikasi ke arah ini sudah terlihat saat Walikota Banjar memberikan sambutan dalam suatu acara beberapa pekan sebelum kejadian menghenyakkan ini. Beliau mengkhawatirkan kondisi keislaman di daerahnya yang masih belum terbina secara komprehensif.
Jauh sebelum ini, Banjar sempat mendapat acungan jempol dari Gubernur Jawa Barat, H. Ahmad Heryawan, Lc. Pemerintah Kota Banjar berhasil ngeprak masyarakatnya untuk membayar pajak. Alhasil, Banjar menjadi kota pertama lunas pajak di Jawa Barat. Namun, kondisi sosial-masyarakat Banjar kontradiktif kontras dengan prestasi yang diraih sebelumnya itu.
Wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) mudah ditemukan disana. Ini terbukti saat salah seorang wartawan media elektronik yang sengaja terjun ke TKP untuk meliput kejadian itu check-in di sebuah hotel. Ia langsung ditawari ABG (Anak Baru Gede) untuk menemani tidurnya oleh petugas keamanan. “Gila, ini benar-benar gila!” katanya.
Segitiga Emas
Penghasilan utama Kota Banjar sebagian besar berasal dari perannya sebagai distributor. Komoditi kota-kota di Jawa Tengah dan Jawa Barat disalurkan melalui Kota Banjar untuk kemudian didistribusikan kembali ke kota-kota lain di Jabar dan Jateng. Bahkan, baru-baru ini Banjar berhasil mendistribusikan barang ke Pulau Sumatera. Secara geografis, Banjar juga strategis. Kota ini menjadi penghubung Jabar-Jateng jalur selatan. Cirebon, Bandung, dan Yogyakarta bisa dihubungkan melalui kota ini.
Lalu lintas barang yang demikian semrawut membuat konten barang yang didistribusikan tidak terseleksi dengan baik. Dari sinilah barang –barang haram itu menyebar. Posisi Banjar yang menghubungkan kota-kota besar itupun menjadi masalah. Orang-orang yang beristirahat saat melewati Kota Banjar biasanya ditawari ‘kucing malam’.
Solusi untuk membersihkan miras dari Kota Banjar dan lebih selektif dalam melewatkan barang dari dan ke luar Banjar dikhawatirkan Herman Sutrisno akan menurunkan pendapatan kota dengan signifikan. Namun, perbaikan itulah yang justru akan semakin mendekatkan kondisi realita Banjar ke visinya yang menjadikan iman dan takwa sebagai landasan dalam beretika.
Kabar terakhir, Walikota Banjar sedang berdiskusi dengan MUI Kota Banjar dan kepolisian setempat untuk mengambil langkah atas kejadian yang mengejutkan masyarakat seantero tanah air. Semoga perbaikan lebih didahulukan daripada sekedar mempertahankan pendapatan kota yang haram.
Bandung, 12 Mei 2009
Rama Permana
Ketua Departemen Kajian Strategis
KAMMI Komisariat IT Telkom 2009-2010
Komentar :
Posting Komentar